Here Please Klik,,,,

Jumat, 07 Desember 2012

Diam Itu Kalah... Yang Benerrr

Seringkali saya mendapat curhatan hati baik dari sahabat maupun tetangga. Contoh seperti ini....
"Pak, kemarin saya temui Pak Agus... Ku tanya aja kenapa jarang kumpul sama warga" Pak Budi memulai pembicaraan.
"Teyusss?" Jawab saya

"Eh malah dia nyolot Pak, bilang gini ama saya, Saya khan sibuk, jadi jarang ada waktu ngumpul ama warga, harap dimaklumi. Lah elo khan gak gitu sibuk makanya bisa ngumpul-ngumpul"
"Oya?"
"Iya Pak, terus saya jawab gini, eh Pak, elo jangan sok sibuk ya?, kalau elo gak mau ngumpul pindah aja dari lingkungan sini, masih banyak kok yang ngantri, eh diem dia, gak bisa jawab.... Rasain gua skak"

Pembaca, mungkin anda beberapa kali juga mendapat curhatan atau malahan curhat sendiri seperti cerita diatas. Ketika anda memberikan sebuah respon yang galak maka lawan bicara anda kemudian diam tidak mampu memberikan jawaban. Kemudian anda merasa menang karena telah berhasil membuat mulut lawan bicara anda tertutup rapat... Puass rasanya sudah membuat lawan bicara anda kalah....Puas rasanya melihat kekalahan dan penderitaan orang lain.. hahahahahaa

Brangkali diamnya dia karena memang merasa bersalah, atau mungkin memang tidak mampu lagi memberikan jawaban. Atau dalam beberapa kasus justru memilih diam karena arah pembicaraanya sudah menjurus kasar. Maka ketahuilah bahwa "Dia yang memutuskan diam, dialah yang menang". Dan pihak yang terus saja galak dalam berbicara dialah yang kalah. Kalah menahan hawa nafsu emosinya.

Jikalau percakapan anda sudah tidak lagi berisi hal-hal yang mengandung kebaikan maka diam itu lebih utama. Diam itu yang menang bukan yang kalah..Diam itu emas tetapi bicara baik itu berlian. Sungguh banyak yang kuat puasa menahan lapar haus saat puasa tetapi sedikit yang kuat puasa menahan banyak bicara.“Jikalau pedang lukai tubuh, masihlah ada harapan sembuh. Tapi jika lidah lukai hati, kemana obat hendak dicari?”

Sebagai penutup ijinkan kami mengutip dalil keutamaan diam sbb
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Baqarah: 263).
Siapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. (Muttafaq ‘alayh)
SUATU hari seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata, “Ya Rasulullah! Sungguh si fulanah itu terkenal banyak shalat, puasa, dan sedekahnya. Akan tetapi juga terkenal jahat lidahnya terhadap tetangga-tetangganya.” Maka berkatalah Rasulullah SAW kepadanya, “Sungguh ia termasuk ahli neraka.” Kemudian laki-laki itu berkata lagi, “Kalau si fulanah yang satu lagi terkenal sedikit shalat, puasa dan sedekahnya, akan tetapi ia tidak pernah menyakiti tetangganya.” Maka Rasulullah SAW berkata, “Sungguh ia termasuk ahli surga.” (HR.Muslim)

Tidak ada komentar: